31 Maret 2008

Menagih Janji Developer

Depok, Blogspot Gardenia – Gerakan Nasional Pembangunan Sejuta Rumah (GNPSR) yang dicanangkan pemerintah sejak tiga tahun lalu, telah mendorong persaingan antarpengembang (developer) menjadi semakin sengit.
Para pengembang, khususnya yang bergerak di sektor perumahan (Rumah Sederhana Sehat/RSH), berlomba-lomba melakukan ekspansi besar-besaran ke daera-daerah yang dinilai prospektif. Mereka seolah ingin membuktikan kepada pihak perbankan bahwa proyek perumahan yang dikembangkan memiliki sasaran pasar yang jelas.

Harus diakui, pesatnya pertumbuhan bisnis perumahan telah mampu menggerakkan roda perekonomian nasional. Namun, akibat persaingan yang ketat pula di bisnis ini telah mendorong para pengembang bekerja kurang profesional dan bertanggungjawab. Contoh paling kasat mata adalah di perumahan kita sendiri: Perumahan Grand Depok City, khususnya di Sektor Gardenia. Kita berkali-kali telah mengajukan protes. Namun apa hasilnya? Pihak developer masih belum memenuhi kewajibannya. Bahkan ada indikasi pihak developer mau "ngemplang" dari kewajiban. Betapa tidak, hampir tiga tahun perumahan ini dihuni, belum ada satupun fasos dan fasum yang dibangun developer. Atas inisiatif warga, mereka membangun sendiri fasos/fasum tersebut. Warga juga selama ini mengalah memasang penerangan jalan umum (PJU). Kondisi seluruh blok (N, Q, dan R) saat ini masih sangat memprihatinkan. Akses jalan menuju/keluar kompleks juga sudah rusak dan berlubang. Bahkan kerusakan jalan di dalam kompleks lebih parah. Di Blok R, misalnya, jalan lingkar saat ini telah terputus akibat tanggul sungai longsor. Demikian pula tanggul sungai yang memisahkan Blok N dan Blok Q kerap runtuh, terkena erosi ketika hujan. Belum cukup sampai disitu, akibat banyaknya akses jalan "tikus", kondisi keamanan di GDC-Gardenia juga tergolong rawan. "Maunya (developer, red.) bikin perumahan pola klaster yang open space dengan membiarkan kompleks terbuka tanpa pagar penutup. Tapi hal itu justru membuat kami rawan tindak kriminal, pencurian dan sebagainya," ungkap Ketua RW 07 Toteng Sunandar. Munculnya kasus diatas tidak terlepas dari adanya persaingan yang tidak sehat diantara para pengembang, sebagai dampak dari makin ketatnya persaingan di bisnis perumahan. Demi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, pengembang pun cenderung mengabaikan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada konsumen. Terlepas apakah kasus di perumahan kita merupakan unsur kesengajaan atau karena faktor nonteknis, yang pasti pengembang dinilai kurang bertanggungjawab. Sesungguhnya, protes yang kita lakukan hanyalah satu dari sekian banyak contoh kasus pengembang nakal. Kita sebagai konsumen hanya menuntut yang menjadi hak kita. Seharusnya pengembang tanggap akan hal itu. Soal penyediaan fasum/fasos, misalnya, hal itu merupakan kewajiban yang melekat pada diri pengembang. Kewajiban yang dimaksud bisa dalam bentuk sarana pendidikan, sarana ibadah, taman, ruang terbuka hijau, tempat rekreasi umum, sarana pengendali banjir, jalan lingkungan, dan fasilitas lainnya yang bisa dimanfaatkan warga. Kenyataannya, setelah pembangunan rumah selesai dan akad kredit/serah terima kunci dilakukan, para pengembang cenderung beranggapan telah selesai pula seluruh tanggungjawabnya.

Tentu, kita yang boleh dibilang sebagai korban dari salah satu pengembang nakal, berharap Pemda dapat berperan sebagai mediator. Termasuk berani menindak tegas terhadap para pengembang nakal, yang telah merugikan konsumen. Pemda seharusnya bisa menagih para pengembang atas kewajiban yang harus dipenuhi. Namun, lagi-lagi soal fakta, kemampuan aparat pemda dalam menagih fasum/fasos ternyata masih sangat rendah dibandingkan dengan kecanggihan pengembang dalam berargumentasi. Sehingga tidak heran jika para pengembang yang masuk dalam kategori nakal tetap bisa melenggang menjalankan bisnisnya.

Dalam situasi seperti ini, yang bisa kita lakukan hanya menunggu dan menunggu janji yang belum pasti. Tentu, tulisan ini tidak dimaksudnya untuk menyudutkan salah satu pihak, terutama pihak pengembang. Kita bicara soal fakta, juga bukan berniat melakukan black campaign. Harapan kita, mudah-mudahan pengembang GDC-Gardenia membaca tulisan ini, sehingga tergugah hatinya untuk segera memenuhi kewajibannya yang belum terpenuhi. (Tim Blogspot Gardenia/Slamet).


Tidak ada komentar: