23 Desember 2008

"UPS" Kok Ditolak?

"UPS" Kok Ditolak?UPS atau Unit Pengolahan Sampah yang seyogyanya akan dibangun di 20 titik yang tersebar sekotamadya Depok, rame-rame ditentang warganya. Beberapa alasan mengemuka dari aksi penolakan ini antara lain:

  1. Kurangnya sosialisasi Pemkot Depok tentang keberadaan UPS tersebut
  2. Lokasi dibangun tidak jauh dari perumahan penduduk
  3. Adanya kecemasan masyarakat terhadap pencemaran lingkungan jika UPS dibangun dipemukiman mereka
  4. Tidak ada jaminan kepastian bahwa UPS hanya diperuntukkan untuk mengolah sampah masyarakat sekitar lokasi.

Terlepas dari polemik dan beragam alasan penolakan yang muncul dari pembangunan UPS tersebut, Pemkot Depok patut diancungin jempol karena visi dan misinya mengolah sampah dari sumbernya, akan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan. Andai rencana ini sukses dan didukung oleh masyarakat Depok, maka kota Depok lah, satu-satunya kota di Indonesia yang ramah terhadap lingkungan dan masyarakatnya akan dikenal sebagai masyarakat yang bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri.

Gebrakan Pemkot Depok ini sebenarnya merujuk pada undang-undang tentang pengolahan sampah no 8 tahun 2008. Pada pasal 25 tentang tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota termaktub dalam butir undang-undang

  • butir e, Pemkot menetapkan lokasi tempat penampungan sementara /TPS, pendaur-ulangan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah
  • butir f, Pemkot memfasilitasi dan mengembangkan upaya penguranagn sampah
  • butir g, mendorong upaya pemilahan sampah oleh warga masyarakat , dan
  • butir h, menyelanggarakan sistem peringatan dini.

Sistem peringatan dini inilah yang sebaiknya dipikirkan oleh seluruh warga masyarakat selaku produsen sampah utama, karena ketika suatu wilayah menjadi KLB alias kasus luar biasa akibat kusutnya sistem pengolahan sampah, maka yang terkena imbasnya duluan adalah warga masyarakat setempat.

Sayangnya upaya mulia Pemkot Depok, tidak dibarengin dengan sosialiasi yang baik kepada warganya sehingga niatan untuk menjadikan kota Depok sebagai kota yang bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri menjadi bumerang. Mungkin Pemkot Depok perlu menggandeng LSM yang bisa menjembatani sosialisasi keberadaan UPS ini kepada masyarakat dan Pemkot pun perlu memberi jaminan bahwa UPS dibangun sebagai tempat pengolahan sampah yang bisa didaur ulang dan bukan tempat sampah umum, sehingga UPS benar-benar diperuntukan bagi sampah milik penduduk sekitar UPS.

Sementara masyarakat juga perlu diluruskan pola pikirnya tentang kegiatan membuang sampah, jika selama ini pola kegiatannya 'end of pipe' yaitu mengirim sampah tanpa dipilah ke TPA dan menumpuk, memroses serta mendaur ulang di lokasi TPA tersebut sehingga menimbulkan problema lingkungan akibat daya tampung TPS yang tidak memadai dengan volume sampah, maka pola pikir ini digeser kepada kegiatan warga peduli sampah dengan cara menyiapkan UPS sebagai pusat kegiatan mendaur ulang sampah yang masih bisa dan dimanfaatkan untuk lingkungan serta mereduksi sampah yang seharusnya tidak perlu dibuang ke TPA.

Semoga pro dan kontra terhadap UPS ini bisa segera diakhiri dan menemukan jalannya, karena sampah kian hari kian menumpuk. Tanpa adanya kesadaran bersama, persoalan sampah akan menambah catatan buruk martabat bangsa, yaitu kita akan di cap sebagai bangsa yang banyak cingcong. Bangga dengan pepatah "kebersihan sebagian daripada iman" tapi tidak mau bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri.

(foto istimewa: salah satu contoh UPS, mengolah sampah menjadi kompos) sumber : http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=11976

Tidak ada komentar: